Menurutnya keramaian peziarah pada acara 'Ngembang Cokel' itu dapat melampaui ramainya Hari Raya Idul Fitri di Curugbitung.
Silsilah. Menurut versi Cerita Turunan Raja-raja Banjar dan Kotawaringin alias Hikayat Banjar resensi I, nama ayahnya adalah Raden Carang Lalean (cucu Pangeran Suryanata dan Putri Junjung Buih), sedangkan ibunya Putri Kalungsu (anak Pangeran Suryanata dan Putri Junjung Buih). Putera-putera Raden Sakar Sungsang menurut Hikayat Banjar resensi I adalah Raden Sukarama dan Raden Bangawan.
Amangkurat I lahir pada 1618 atau 1619 dengan nama Raden Mas Sayyidin. Ia adalah putra dari Sultan Agung dari istrinya yang bergelar Ratu Wetan, putri Adipati Batang. Menurut silsilahnya, ia adalah cicit dari Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Islam. Amangkurat I memiliki dua permaisuri yang bergelar Ratu Kulon dan Ratu Wetan.
Seperti juga halnya di Kampung Cokel Pasir Nangka, Desa Curugbitung, Kecamatan Curugbitung, Kabupaten Lebak, Banten yang memiliki kebudayaan rutin saat memasuki bulan Muharram, yaitu ziarah atau Haul ke makam Raden Kuncung Amarullah
Vay Tiền Nhanh Chỉ Cần Cmnd. 403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID PxQ0RxJKQpOQ3-2xEw-H6zXh4VGAp1C3nZfOyidzSfsriAOckEesIw==
O falecimento desse mesmo sábado do rei Bhumibol Adulyadej, que fora rei da Tailândia durante 70 anos, superando todos os recordes, deixou o país mergulhou em uma amplo amargura. Os tailandeses rejeitam certamente a teu herdeiro e futuro rei, o príncipe Maha Vajiralongkorn, dado que é famoso por tuas festas, a tua inconfundível maneira de se vestir e seus dificuldades de corrupção. Diante de tal panorama, são diversos os cidadãos que vêem a sua irmã, a princesa Sirindhorn, como a perfeita candidata a tornar-se rainha. Há anos, ele está descrevendo de que você precisa ser dela e não Vajiralongkorn a próxima rainha da dinastia Chakri. A princesa Sirindhorn veio ao mundo em dois de abril de 1955, sendo a terceira filha do rei Bhumibol Adulyadeh e da rainha Sirikit. Tem dois irmãos mais velhos Ubolratana Como, que renunciou aos seus direitos reais, para se casar e sem demora vive nos EUA, onde trabalhou como atriz; e Maha Vajiralongkorn, quem é chamado a ser rei da Tailândia. Ele também tem uma irmã mais pequena, Chulabhorn Walailak. Sirindhorn tem dedicado tua existência ao serviço da Tailândia. A princesa não está casada e nunca se lhe conheceu casal, nem sequer tem filhos. Assim, durante anos, teu serviço vem sendo o de simbolizar a estabilidade da família real ante os constantes escândalos de seu irmão. Dizem que ela é uma mulher meiga, simpática, culta tem curso de história e um de pós-graduação de arqueologia e que se parece muito com teu pai, que era atônito e querido em todo o seu público. Então, não é de estranhar que muitas vozes se alzaran pra que ela se tornar a próxima rainha do estado. Apesar de ser uma princesa querida, Sirindhorn bem como neste momento atuou em alguma polêmica. Em fevereiro deste mesmo ano ocupou as principais manchetes com pretexto de uma visita oficial que fez ao Camboja. A irmã do futuro rei exigiu que no ambiente em que se ia hospedar-se-lhe construísse um banheiro novo valor de dólares. Como contaria depois, uma testemunha presencial “Sirindhorn nem entrou na residência de banho, somente olhou para ele de fora e tirou outras imagens. Nunca tinha visto um banho bem”. Você tem um mecanismo móvel com iOS ou Android? Faça download da APLICAÇÃO de Vanitatis em teu telefone ou tablet e não perca nossas dicas a respeito de moda, beleza e estilo de vida. Para iOS, clique nesse lugar, e pro Android, neste local. O crítico aparecia ser rápido nas relações de casal e de família, é protetor e o seu vasto mal é ambicionar cobrir tudo, o que pode transportar a sofrer de aflição. Ele gosta do poder e dotar a família de tudo o que possa orgulhar-se dela e sentir-se com sucesso, mas poderá esquecer-se de apreciá-lo. É o mais individualista de todos, ama estar em par, ainda que as relações que lhe duram insuficiente. Tem uma grande auto-estima, gosta que lhe admirem e terá possíveis candidatas ou candidatos como casal, ainda que neste instante tenha uma -o que não significa que venha a lhe ser infiel-. Como se distribuem as radiações de forma mais homogênea No Equador foi transmitida por UM Canal Tee Times Ordem de saída do domingo Mensagens Costuma ser muito colega das suas ex pelo motivo de ele ama ficar bem, tem uma agenda muito ampla socialmente. Também, se cuida muito e aprecia cultivar-se mentalmente. Precisa de um parceiro que ter um carinho lúdico e que não se importa de deixá-lo à desejo. Mas um antidependiente é tão atraente! E como é o ponderado? Qual é a melhor combinação de todas as possíveis? Um ponderado com outro ponderado, uma ligação em que os dois vivem felizes e deixam que seu parceiro seja como é, sem que isso lhe gere aflição.
Ali Rahmatullah, Raden Rachmat. Link to his profile Notes on 22 Januari 2010 Name in Azmatkhan doc. Sayyid Ahmad Rahmatullah. Name in Alawiyin website RAHMATULLAH-Ibrahim*Asmoro-232. Sunan*Ampel. Reference Link Di Rusia selatan ada sebuah daerah yang disebut Bukhara. Bukhara ini terletak di Samarqand. Sejak dahulu daerah yang disebut Bukhara. Bukhara ini terletak di Samarqand. Sejak dahulu daerah Samarqand dikenal sebagai daerah Islam yang menelorkan ulama-ulama besar seperti sarjana hadist terkenal yaitu Imam Bukhari yang mashur sebagai perawi hadits sahih. Di Samarqand ini ada seorang ulama besar bernama Syekh jamalluddin Jumadil Kubra, seorang Ahlussunnah bermahzab Syafi’i, beliau mempunyai seorang putra bernama Ibrahim. Karena berasal dari Samarqand maka Ibrahim kemudian mendapat tambahan Samarqandi. Orang jawa sangat sukar mengucapkan Samarqandi maka mereka hanya menyebutkan sebagai Syekh Ibrahim Asmarakandi. Syekh Ibrahim Asmarakandi ini diperintah oleh ayahnya yaitu Syekh Jamalluddin Jumadil Kubra untuk berda’wah ke negara-negara Asia. Perintah ini dilaksanakan, dan beliau kemudian diambil menantu oleh raja Cempa, dijodohkan dengan putri raja Cempa yang bernama Dewi Candrawulan. Negeri Cempa ini menurut sebagian ahli sejarah terletak di Muangthai. Dari perkawinannya dengan Dewi Candrawulan maka Ibrahim Asmarakandi mendapat dua orang putra yaitu Raden Rahmat atau Sayyid Ali Rahmatullah dan raden Santri atau Sayyid Alim Murtolo. Sedangkan adik Dewi Candrawulan yang bernama Dewi Dwarawati diperistri oleh Prabu Brawijaya Majapahit. Dengan demikian Raden Rahmat itu keponakan Ratu Majapahit dan tergolong putra bangsawan atau pangeran kerajaan. Raja Majapahit sangat senang mendapat istri dari negeri Cempa yang wajahnya tidak kalah menarik dengan Dewi Sari. Sehingga istri-istri lainnya diceraikan, banyak yang diberikan kepada para adipatinya yang tersebar di seluruh Nusantara. Salah satu contoh adalah istri yang bernama Dewi Kian, seorang putri Cina yang diberikan kepada Adipati Ario Damar di Palembang. Ketika Dewi Kian di ceraikan dan diberikan kepada Ario Damar saat itu sedang hamil tiga bulan. Ario Damar tidak diperkenankan menggauli putri Cina itu sampai si jabang bayi terlahir ke dunia. Bayi dari rahim Dewi Kian itulah yang nantinya bernama Raden Hasan atau lebih terkenal dengan nama Raden Patah, salah seorang murid Sunan Ampel yang menjadi raja di Demak Bintoro. Kerajaan Majapahit sesudah ditinggal mahapatih Gajah Mada dan Prabu Hayam Wuruk mengalami kemunduran drastis. Kerajaan terpecah belah karena terjadinya perang saudara, dan para adipati banyak yang tak loyal lagi kepada Prabu Hayam Wuruk yaitu Prabu Brawijaya Kertabhumi. Pajak dan upeti kerajaan tak banyak yang sampai ke istana Majapahit. Lebih sering dinikmati oleh para adipati itu sendiri. Hal ini membuat sang Prabu bersedih hati. Lebih-lebih lagi dengan adanya kebiasaan buruk kaum bangsawan dan para pangeran yang suka berpesta pora dan main judi serta mabuk-mabukan. Prabu Brawijaya sadar betul bila kebiasaan semacam itu diteruskan negara akan menjadi lemah dan jika negara sudah kehilangan kekuatan betapa mudahnya bagi musuh untuk menghancurkan Majapahit Raya. Ratu Dwarawati, yaitu istri Prabu Brawijaya mengetahui kerisauan hati suaminya. Dengan memberanikan diri ia mengajukan pendapat kepada suaminya. “Kanda Prabu, agaknya para ponggawa dan rakyat Majapahit sudah tidak takut lagi kepada Sang Hyang Widhi. Mereka tidak segan dan tidak merasa malu melakukan tindakan yang tidak terpuji, pesta pora, foya-foya, mabuk dan judi sudah menjadi kebiasaan mereka bahkan para pangeran dan kaum bangsawan sudah mulai ikut-ikutan. Sungguh berbahaya bila hal ini dibiarkan berlarut-larut. Negara bisa rusak karenanya.” “Ya, hal itulah yang membuatku risau selama ini,” sahut Prabu Brawijaya. “Lalu apa tindakan Kanda Prabu ?” “Aku masih bingung,” kata sang Prabu. “Sudah kuusahakan menambah bikhu dan brahmana untuk mendidik dan memperingatkan mereka tapi kelakuan mereka masih tetap seperti semula, bahkan guru-guru agama Hindu dan Budha itu dianggap sepele.” “Saya mempunyai seorang keponakan yang ahli mendidik dalam hal mengatasi kemerosotan budi pekerti,” kata ratu Dwarawati. “Betulkah ?” tanya sang Prabu. “Ya, namanya Sayyid Ali Rahmatullah, putra dari kanda Dewi Candrawulan di Negeri Cempa. Bila kanda berkenan saya akan meminta Ramanda Prabu di Cempa untuk mendatangkan Ali Rahmatullah ke Majapahit ini.” “Tentu saja aku akan merasa senang bila Rama Prabu di Cempa bersedia mengirimkan Sayyid Ali Rahmatullah ke Majapahit ini.” Kata Raja Brawijaya. Maka pada suatu hari diberangkatkanlah utusan dari Majapahit ke negeri Cempa untuk meminta Sayyid Ali Rahmatullah datang ke Majapahit. Kedatangan utusan Majapahit disambut gembira oleh raja Cempa, dan raja Cempa tidak keberatan melepas cucunya ke Majapahit untuk meluaskan pengalaman. Keberangkatan Sayyid Ali Rahmat ke Tanah Jawa tidak sendirian. Ia ditemani oleh ayah dan kakaknya. Sebagaimana disebutkan di atas, ayah Sayyid Ali Rahmat adalah Syekh Maulana Ibrahim Asmarakandi dan kakaknya bernama Sayyid Ali Murtadho. Diduga mereka tidak langsung ke Majapahit, melainkan mendarat di Tuban. Tetapi di Tuban, tepatnya di desa Gesikharjo, Syekh Maulana Ibrahim Asmarakandi jatuh sakit dan meninggal dunia, beliau dimakamkan didesa tersebut yang masih termasuk ke camatan Palang kabupaten Tuban. Sayyid Murtadho kemudian meneruskan perjalanan, beliau berda’wah keliling ke daerah Nusa Tenggara, Madura dan sampai ke Bima. Disana beliau mendapat sambutan raja Pandita Bima, dan akhirnya berda’wah di Gresik mendapat sebutan Raden Santri, beliau wafat dan dimakamkan di Gresik. Sayyid Ali Rahmatullah meneruskan perjalanan ke Majapahit menghadap Prabu Brawijaya sesuai permintaan Ratu Dwarawati. “Nanda Rahmatullah, bersediakah engkau memberikan pelajaran atau mendidik kaum bangsawan dan rakyat Majapahit agar mempunyai budi pekerti mulia ?” tanya sang Prabu. Dengan sikapnya yang sopan tutur kata halus Sayyid Ali Rahmatullah menjawab. “Dengan senang hati Gusti Prabu, saya akan berusaha sekuat-kuatnya untuk mencurahkan kemampuan saya mendidik mereka.” “Bagus !” sahut sang Prabu. “Bila demikian kau akan kuberi hadiah sebidang tanah berikut bangunannya di Surabaya. Di sanalah kau akan mendidik para bangsawan dan pangeran Majapahit agar berbudi pekerti mulia.” “Terima kasih saya haturkan Gusti Prabu,” jawab Sayyid Ali Rahmatullah. Disebutkan dalam literatur bahwa selanjutnya Sayyid Ali Rahmatullah menetap beberapa hari di istana Majapahit dan dijodohkan dengan salah satu putri Majapahit yang bernama Dewi Candrawati. Dengan demikian Sayyid Ali Rahmatullah adalah salah seorang Pangeran Majapahit, karena dia adalah menantu raja Majapahit. Selanjutnya, pada hari yang telah ditentukan berangkatlah rombongan Sayyid Ali Rahmatullah ke sebuah daerah di Surabaya yang disebut sebagai Ampeldenta. Selama dalam perjalanan banyak hal-hal aneh di jumpai rombongan itu. Diantaranya adalah pertemuan Sayyid Ali Rahmatullah dengan seorang gadis bernama Siti Karimah yang kemudian menjadi isterinya. Dan sepanjang perjalanan itu beliau juga melakukan da’wah sehingga bertambahlah anggota rombongan yang mengikuti perjalanannya ke Ampeldenta. Semenjak Sayyid Ali Rahmatullah diambil menantu Raja Brawijaya maka beliau adalah anggota keluarga kerajaan Majapahit atau salah seorang pangeran, para pangeran pada jaman dulu di tandai dengan nama depan Raden. Selanjutnya beliau lebih dikenal dengan sebutan Raden Rahmat. Dan karena beliau menetap di desa Ampeldenta, menjadi penguasa daerah tersebut maka kemudian beliau dikenal sebagai Sunan Ampel. Sunan artinya yang di junjung tinggi atau panutan masyarakat setempat. Langkah pertama yang dilakukan Raden Rachmat di Ampeldenta adalah membangun masjid sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi sewaktu hijrah ke Madinah. Selanjutnya beliau mendirikan pesantren tempat mendidik putra bangsawan dan pangeran Majapahit serta siapa saja yang mau datang berguru kapada beliau. Hasil didikan beliau yang terkenal adalah falsafah Mo Limo atau tidak mau melakukan lima hal tercela yaitu main judi, minum arak atau bermabuk-mabukkan, mencuri, madat atau menghisap madu dan madon atau main perempuan yang bukan isterinya. Prabu Brawijaya sangat senang atas hasil didikan Raden Rahmat. Raja menganggap agama Islam itu adalah ajaran budi pekerti yang mulia, maka ketika Raden Rahmat kemudian mengumumkan ajarannya adalah agama Islam maka Prabu Brawijaya tidak menjadi marah, hanya saja ketika dia diajak untuk memeluk agama Islam ia tidak mau. Raden Rahmat diperbolehkan menyiarkan agama Islam di wilayah Surabaya bahkan diseluruh Majapahit, dengan catatan bahwa rakyat tidak boleh dipaksa, Raden Rahmatpun memberi penjelasan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Setelah Syekh Maulana Malik Ibrahim wafat, maka Sunan Ampel diangkat sebagai sesepuh Wali Songo, sebagai Mufti atau pemimpin agama Islam se Tanah Jawa. Beberapa murid dan putra Sunan Ampel sendiri juga menjadi anggota Wali Songo, mereka adalah Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Kalijaga. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah putra Sunan Ampel sendiri. Jasa beliau yang besar adalah pencetus dan perencana lahirnya kerajaan Islam dengan rajanya yang pertama yaitu Raden Patah, murid dan menantunya sendiri. Beliau juga turut membantu mendirikan Masjid Agung Demak yang didirikan pada tahun 1477 M. Salah satu diantara empat tiang utama masjid Demak hingga sekarang masih diberi nama sesuai dengan yang membuatnya yaitu Sunan Ampel. Sikap Sunan Ampel terhadap adapt istiadat lama sangat hati-hati, hal ini didukung oleh Sunan Giri dan Sunan Drajad. Seperti yang pernah tersebut dalam permusyawaratan para Wali di masjid Agung Demak. Pada waktu itu Sunan Kalijaga mengusulkan agar adat istiadat Jawa seperti selamatan, bersaji, kesenian wayang dan gamelan dimasuki rasa keislaman. Mendengar pendapat Sunan Kalijaga tersebut bertanyalah Sunan Ampel “Apakah tidak mengkwatirkan di kemudian hari bahwa adat istiadat dan upacara lama itu nanti dianggap sebagai ajaran yang berasal dari agama Islam ? Jika hal ini dibiarkan nantinya akan menjadi bid’ah ?” Dalam musyawarah itu Sunan Kudus menjawab pertanyaan Sunan Ampel, “Saya setuju dengan pendapat Sunan Kalijaga, bahwa adat istiadat lama yang masih bisa diarahkan kepada agama Tauhid maka kita akan memberinya warna Islami. Sedang adat dan kepercayaan lama yang jelas-jelas menjurus kearah kemusyrikan kita tinggal sama sekali. Sebagai missal, gamelan dan wayang kulit, kita bisa memberinya warna Islam sesuai dengan selera masyarakat. Adapun tentang kekuatiran Kanjeng Sunan Ampel, saya mempunyai keyakinan bahwa di belakang hari akan ada orang yang menyempurnakannya.” Adanya dua pendapat yang seakan bertentangan tersebut sebenarnya mengandung hikmah. Pendapat Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus ada benarnya yaitu agar agama Islam cepat diterima oleh orang Jawa, dan ini terbukti, dikarenakan dua Wali tersebut pandai mengawinkan adat istiadat lama yang dapat ditolelir Islam maka penduduk Jawa banyak yang berbondong-bondong masuk agama Islam. Pada prinsipnya mereka mau menerima Islam lebih dahulu dan sedikit demi sedikit kemudian mereka akan diberi pengertian akan kebersihan tauhid dalam iman mereka. Sebaliknya, adanya pendapat Sunan Ampel yang menginginkan Islam harus disiarkan dengan murni dan konsekwen juga mengandung hikmah kebenaran yang hakiki, sehingga membuat ummat semakin berhati-hati menjalankan syariat agama secara benar dan bersih dari segala macam bid’ah. Dari perkawinannya dengan Dewi Candrawati atau Nyai Ageng Manila Sunan Ampel mendapat beberapa putra di antaranya 1. Maulana Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang. 2. Raden Qosim atau Sunan Drajad. 3. Maulana Akhmad atau Sunan Lamongan. 4. Siti Mutmainah 5. Siti Alwiyah 6. Siti Asikah yang diperistri Raden Patah. Adapun dari perkawinannya dengan Nyai Karimah putri Ki Wiryosaroyo beliau dikaruniai dua orang putrid yaitu 1. Dewi Murtasia yang diperistri Sunan Giri. 2. Dewi Mursimah yang diperistri Sunan Kalijaga. Kehebatan para Wali tersebut memang mengagumkan, sebagai bukti adalah kesiapan mereka dalam menerima adanya perbedaan pendapat. Dalam hal adat istiadat rakyat Jawa sudah jelas Sunan Ampel berbeda pendapat dengan Sunan Kudus, Sunan Kalijaga dan Sunan Gunung Jati. Tetapi mereka tetap bisa hidup rukun damai tanpa terjadi percekcokan yang menjurus pada pertikaian. Bahkan Sunan Kalijaga yang terkenal sebagai pelopor penjaga aliran lama itu menjadi menantu Sunan Ampel. Putra Sunan Ampel sendiri yaitu Sunan Bonang adalah pendukung pendapat Sunan Kalijaga. Sunan Drajad atau Raden Qosim yang juga putra Sunan Ampel pada akhirnya juga memanfaatkan gamelan sebagai media dakwah yang ampuh untuk mendekati rakyat Jawa agar mau menerima Islam. Itulah jiwa besar yang dimiliki para Wali. Saling menghargai medan perjuangan masing-masing anggotanya. Sunan Ampel wafat pada tahun 1478 M, beliau dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel. Setiap hari banyak orang yang berziarah ke makam beliau bahkan pada malam harinya juga. Semoga Allah manaikkan beliau ke derajat yang tinggi, drajad para auliya muqorrobin dan meridhai segala amal beliau. **** kisah dan ajaran Wali Sanga - karya Rasyidi - published by ronKramer Sunan Ampel adalah salah seorang wali di antara Walisongo yang menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Ia lahir 1401 di Champa. Ada dua pendapat mengenai lokasi Champa ini. Encyclopedia Van Nederlandesh Indie mengatakan bahwa Champa adalah satu negeri kecil yang terletak di Kamboja. Pendapat lain, Raffles menyatakan bahwa Champa terletak di Aceh yang kini bernama Jeumpa. Menurut beberapa riwayat, orang tua Raden Rahmat, nama lain Sunan Ampel, adalah Maulana Malik Ibrahim menantu Sultan Champa dan ipar Dwarawati. Dalam catatan Kronik Cina dari Klenteng Sam Po Kong, Sunan Ampel dikenal sebagai Bong Swi Hoo, cucu dari Haji Bong Tak Keng - seorang Tionghoa suku Hui beragama Islam mazhab Hanafi yang ditugaskan sebagai Pimpinan Komunitas Cina di Champa oleh Sam Po Bo. Sedangkan Yang Mulia Ma Hong Fu - menantu Haji Bong Tak Keng ditempatkan sebagai duta besar Tiongkok di pusat kerajaan Majapahit, sedangkan Haji Gan En Cu juga telah ditugaskan sebagai kapten Cina di Tuban. Haji Gan En Cu kemudian menempatkan menantunya Bong Swi Hoo sebagai kapten Cina di Jiaotung Bangil.[1][2] Sementara itu seorang putri dari Kyai Bantong versi Babad Tanah Jawi alias Syaikh Bantong alias Tan Go Hwat menurut Purwaka Caruban Nagari menikah dengan Prabu Brawijaya V alias Bhre Kertabhumi kemudian melahirkan Raden Fatah. Namun tidak diketahui apakah ada hubungan antara Ma Hong Fu dengan Kyai Bantong. Dalam Serat Darmo Gandhul, Sunan Ampel disebut Sayyid Rahmad merupakan keponakan dari Putri Champa permaisuri Prabu Brawijaya yang merupakan seorang muslimah. Raden Rahmat dan Raden Santri adalah anak Makhdum Ibrahim putra Haji Bong Tak Keng, keturunan suku Hui dari Yunnan yang merupakan percampuran bangsa Han/Tionghoa dengan bangsa Arab dan Asia Tengah Samarkand/Asmarakandi. Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh/Abu Hurairah cucu raja Champa pergi ke Majapahit mengunjungi bibi mereka bernama Dwarawati puteri raja Champa yang menjadi permaisuri raja Brawijaya. Raja Champa saat itu merupakan seorang muallaf. Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh akhirnya tidak kembali ke negerinya karena Kerajaan Champa dihancurkan oleh Kerajaan Veit Nam. Menurut Hikayat Banjar dan Kotawaringin = Hikayat Banjar resensi I, nama asli Sunan Ampel adalah Raja Bungsu, anak Sultan Pasai. Dia datang ke Majapahit menyusul/menengok kakaknya yang diambil istri oleh Raja Mapajahit. Raja Majapahit saat itu bernama Dipati Hangrok dengan mangkubuminya Patih Maudara kelak Brawijaya VII . Dipati Hangrok alias Girindrawardhana alias Brawijaya VI telah memerintahkan menterinya Gagak Baning melamar Putri Pasai dengan membawa sepuluh buah perahu ke Pasai. Sebagai kerajaan Islam, mulanya Sultan Pasai keberatan jika Putrinya dijadikan istri Raja Majapahit, tetapi karena takut binasa kerajaannya akhirnya Putri tersebut diberikan juga. Putri Pasai dengan Raja Majapahit memperoleh anak laki-laki. Karena rasa sayangnya Putri Pasai melarang Raja Bungsu pulang ke Pasai. Sebagai ipar Raja Majapahit, Raja Bungsu kemudian meminta tanah untuk menetap di wilayah pesisir yang dinamakan Ampelgading. Anak laki-laki dari Putri Pasai dengan raja Majapahit tersebut kemudian dinikahkan dengan puteri raja Bali. Putra dari Putri Pasai tersebut wafat ketika istrinya Putri dari raja Bali mengandung tiga bulan. Karena dianggap akan membawa celaka bagi negeri tersebut, maka ketika lahir bayi ini cucu Putri Pasai dan Brawijaya VI dihanyutkan ke laut, tetapi kemudian dapat dipungut dan dipelihara oleh Nyai Suta-Pinatih, kelak disebut Pangeran Giri. Kelak ketika terjadi huru-hara di ibukota Majapahit, Putri Pasai pergi ke tempat adiknya Raja Bungsu di Ampelgading. Penduduk desa-desa sekitar memohon untuk dapat masuk Islam kepada Raja Bungsu, tetapi Raja Bungsu sendiri merasa perlu meminta izin terlebih dahulu kepada Raja Majapahit tentang proses islamisasi tersebut. Akhirnya Raja Majapahit berkenan memperbolehkan penduduk untuk beralih kepada agama Islam. Petinggi daerah Jipang menurut aturan dari Raja Majapahit secara rutin menyerahkan hasil bumi kepada Raja Bungsu. Petinggi Jipang dan keluarga masuk Islam. Raja Bungsu beristrikan puteri dari petinggi daerah Jipang tersebut, kemudian memperoleh dua orang anak, yang tertua seorang perempuan diambil sebagai istri oleh Sunan Kudus tepatnya Sunan Kudus senior/Undung/Ngudung, sedang yang laki-laki digelari sebagai Pangeran Bonang. Raja Bungsu sendiri disebut sebagai Pangeran Makhdum. Silsilah[sunting sunting sumber] Sunan Ampel / Raden Rahmat / Sayyid Ahmad Rahmatillah bin Maulana Malik Ibrahim / Ibrahim Asmoro bin Syaikh Jumadil Qubro / Jamaluddin Akbar al-Husaini bin Ahmad Jalaludin Khan bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Al-Muhajir Nasrabad,India bin Alawi Ammil Faqih Hadhramaut bin Muhammad Sohib Mirbath Hadhramaut Ali Kholi' Qosam bin Alawi Ats-Tsani bin Muhammad Sohibus Saumi'ah bin Alawi Awwal bin Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Uraidhi bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra binti Muhammad Jadi, Sunan Ampel memiliki darah Uzbekistan dan Champa dari sebelah ibu. Tetapi dari ayah leluhur mereka adalah keturunan langsung dari Ahmad al-Muhajir, Hadhramaut. Bermakna mereka termasuk keluarga besar Saadah BaAlawi. Keturunan[sunting sunting sumber] Isteri Pertama, yaitu Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo Al-Abbasyi, berputera Maulana Mahdum Ibrahim/Raden Mahdum Ibrahim/ Sunan Bonang/Bong Ang Syarifuddin/Raden Qasim/ Sunan Drajat Siti Syari’ah/ Nyai Ageng Maloka/ Nyai Ageng Manyuran Siti Muthmainnah Siti Hafsah Isteri Kedua adalah Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera Dewi Murtasiyah/ Istri Sunan Giri Dewi Murtasimah/ Asyiqah/ Istri Raden Fatah Raden Husamuddin Sunan Lamongan Raden Zainal Abidin Sunan Demak Pangeran Tumapel Raden Faqih Sunan Ampel 2 Sejarah dakwah[sunting sunting sumber] Syekh Jumadil Qubro alias Haji Bong Tak Keng, dan kedua anaknya, Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak bersama sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah, Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan, dan adiknya Maulana Ishak mengislamkan Samudra Pasai. Di Kerajaan Champa, Maulana Malik Ibrahim berhasil mengislamkan Raja Champa, yang akhirnya mengubah Kerajaan Champa menjadi Kerajaan Islam. Akhirnya dia dijodohkan dengan putri raja Champa adik Dwarawati, dan lahirlah Raden Rahmat. Di kemudian hari Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa tanpa diikuti keluarganya. Sunan Ampel Raden Rahmat datang ke pulau Jawa pada tahun 1443, untuk menemui bibinya, Dwarawati. Dwarawati adalah seorang putri Champa yang menikah dengan raja Majapahit yang bernama Prabu Kertawijaya. Sunan Ampel menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri seorang adipati di Tuban yang bernama Arya Teja. Mereka dikaruniai 4 orang anak, yaitu Putri Nyai Ageng Maloka, Maulana Makdum Ibrahim Sunan Bonang, Syarifuddin Sunan Drajat Syarifah, yang merupakan istri dari Sunan Kudus. Mohlimo[3] atau Molimo, Moh tidak mau, limo lima, adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk memperbaiki kerusakan akhlak di tengah masyarakat pada zaman itu yaitu Moh Mabok tidak mau minum minuman keras, khamr dan sejenisnya. Moh Main tidak mau main judi, togel, taruhan dan sejenisnya. Moh Madon tidak mau berbuat zina, homoseks, lesbian dan sejenisnya. Moh Madat tidak mau memakai narkoba dan sejenisnya. Moh Maling tidak mau mencuri, korupsi, merampok dan sejenisnya. Pada tahun 1479, Sunan Ampel mendirikan Mesjid Agung Demak. Dan yang menjadi penerus untuk melanjutkan perjuangan dakwah dia di Kota Demak adalah Raden Zainal Abidin yang dikenal dengan Sunan Demak, dia merupakan putra dia dari istri dewi Putra Raden Zainal Abidin yang terakhir tercatat menjadi Imam Masjid Agung tersebut yang bernama Raden Zakaria Pangeran Sotopuro. Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
Silsilah sunan ampel sampai nabi Muhammad Saw – Apakah benar jika sunan Ampel merupakan keturunan naabi Muhammad Saw? Jika memang benar, maka akan ada banyak keturunan nabi Muhammad Saw di pulau Jawa. Silsilah sunan ampel sampai Rasulullah Saw akan di bahas dalam artikel ini, akan tetapi perlu pembaca ketahui, bahwa riwayat atau cerita tentang Sunan Ampel ini ada beberapa versi maka dari itu dibutuhkan kearifan pembaca sekalian tidak usah menganggap kurang benar satu versi dengan yang lainnya. Dalam mengkaji silsilah sunan ampel sampai nabi Muhammad Saw, dalam artikel ini akan dibagi menjadi dua bagian pembahasan, yaitu asal usul nasab sunan ampel dan bagaimana hubungan sunan Ampel dengan Prabu Brawijaya sebagai raja kerajaan Majapahit. 1. Asal Usul Nasab Sunan Ampel Keturunan Nabi Muhammad Nama asli Sunan Ampel adalah Raden Rahmat atau Raden Ali Rahmatullah, ayahnya bernama Syekh lbrahim Asmaraqandi dan ibunya bernama Dewi Candrawulan putri Raja Campa. Raden Rahmat mempunyai saudara bernama Sayyid Ali Murtholo sebagai kakak kandung, dengan panggilan akrabnya Raden Santri. Sedang Candrawulan ibunya adalah saudara perempuan Dewi Anarawati yang diperistrikan oleh Prabu Brawijaya. Jika kita tinjau dari urutan nasabnya maka Raden Rahmat adalah keturunan dari seorang ulama dari Samarqand, sebuah kota dekat Bukhara. Di mana sejak dulu Samarqand dan Bukhara dikenal banyak ulamanya, peduduknya hampir seratus persen beragama islam. Hal ini dibuktikan dengan adanya makam salah seorang periwayat hadits nomor satu bernama lmam Bukhori. Salah seorang ulama' ahli hadits yang terkenal di seluruh dunia. Adapun asal mula Sayyid lbrahim memperistri putri raja Campa adalah atas perintah kakek beliau Syekh Jamaluddin Jamadil Kubro untuk berdakwah ke negeri Campa dan berhasil mengislamkan raja Campa, kemudian beliau diambil menantu dengan dikawinkan dengan putri raja Campa yang bernama Dewi Candrawulan. Berikut ini adalah kisah Syekh lbrahim Asmaraqandi di Negeri Campa dan perkawinan beliau dengan sang putri raja sebagaimana yang tersirat dalam kitab salah satu Kitab. Alkisah, ketika Sayyid lbrahim Asmaraqandi mencapai masa dewasa beliau berkelana sehingga sampai di Negeri campa, beliau menetap di negeri tersebut untuk beberapa lama, sambil mencari kesempatan untuk masuk ke dalam keraton Negeri campa, untuk mengajak Raja campa masuk agama lslam. Ketika kesempatan ltu datang beliau masuk ke keraton Negeri campa dan bertemu dengan rajanya yang bemama Ya Darwis. Sang raja pun bertanya kepada Syekh lbrahim. "Siapa namamu kisanak, dan apa tujuanmu kesini ?. tanya sang raja, Sekh lbrahim pun menjawab. "Mohon maaf tuan, namaku lbrahim, sedangkan tujuanku datang ke istana ini adalah untuk mengajak tuan untuk meninggalkan berhala-berhala, menyembah Allah dzat yang menciptakan alam semesta ini, serta masuk agama lslam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat". Syekh lbrahim juga menjelaskan ajaran lslam kepada Raja Campa. Di luar dugaan, temyata raja Campa bersedia mengikuti ajakan Syekh lbrahim untuk masuk Agama lslam. Sudah menjadi kebiasaan bangsa dulu, bila seorang Raja mengikuti suatu ajaran tertentu, maka akan diikuti oleh semua rakyatnya, begitu juga yang terjadi di Negeri Campa. Ketika rakyat Campa mengetahui rajanya masuk agama lslam, secara berbondoang-bondong mereka mengikuti langkah sang Raja. Kemudian, sang Raja memerintahkan kepada para senopati dan punggawanya untuk menghancurkan semua berhala/arca, serta membangun sebuah masjid untuk lbadah. Begitulah, raja Campa dan semua semua rakyat Campa sangat menyukai sikap dan perilaku Syekh lbrahim yang ramah tamah, suka menolong, lembut tutur bahasanya melebihi rasa cinta pada apapun yang mereka miiiki. Masih menurut sumber cerita yang sama, konon raja Campa memliiki tiga orang anak "Satu laki-laki bernama Raden Jenggoro menggantikan menjadi raja di Negeri Campa dan dua orang wanita, putri pertama bernama Dewi Marlaningrum diperistri oleh Prabu Brawijaya di Tanah Jawa. Putri kedua bernama Dewi Candrawulan yang akhirnya dikawinkan dengan Syekh lbrahim Asmaraqandl. Dari perkawinan tersebut, Sekh lbrahim dikaruniai tiga orang anak yaitu Raden Raja Pandita, Raden Bahmat dan Sayyidah Zainab. Demikianlah riwayat syekh lbrahim Asmaraqandi, ayah Sunan Ampel yang menjadi pemimpin Wali Songo di Tanah Jawa. Makamnya ada di pesisir pantai Tuban, di desa Gesikharjo. Adapun silsilah sunan ampel dan ayahnya yang bernama Syekh Ibrahim yang merupakan keturunan nabi Muhammad Saw dapat dilihat pada gamra berikut. Gambar Silsilah Sunan Ampel sampai Nabi Muhammad Saw Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa sunan AmpelRaden Rahmat merupakan keturunan generasi ke 8 delapan dari nabi Muhammad Saw. 2. Sekilas Tentang Prabu Brawiiaya & Kerajaan Maiapahit Pembahasan yang kedua dalam artikel ini yaitu bagaimana hubungan antara sunan Ampel dengan Prabu Brawijaya Raja Kerajaan Majapahit. Konon menurut satu sumber cerita, di tanah Jawa pada waktu itu terdapat sebuah kerajaan besar bernama Maiapahit, rajanya beragama Buddha bemama Raden Hangga Wijaya atau lebih dikenal dengan sebutan Prabu Brawijaya. Beliau adalah raja terakhir di Tanah Jawa yang beragama buddha. Beliau menikah dengan salah seorang putri raja Campa bernama Dewi Martaningrum. Ada yang mengatakan namanya bukan Martaningrum tetapi Anarawati dan memiliki seorang putri bernama Dewi Putri Adi diperistri oteh Adipati Andayaningrat, dan dua orang putra masing-masing bernama Lembu Peteng meniadi penguasa di daerah Madura, dan Raden Kukur. Dari lstrinya yang lain putri Adipati Reksadana, Prabu Brawijaya memiliki seorang putra yang bemama Raden Arya Damar menjadi penguasa di daerah Sriwiiaya/Palembang. Dari istri yang berasal dari Ponorogo, Prabu Brawrjaya memiliki dua orang putra masing-masing, bernama Raden Bethoro Kathong menjadi Adipati di Kabupaten Ponorogo dan Kyai Jaran Penolih menjadi penguasa di daerah Sumenep dan Sampang di tanah Madura. Prabu Brawijaya juga punya istri seorang putri raja dari Negeri China sangat cantik bernama Dewi Kian, dari perkawinannya dengan Dewi Kian beliau dikarunia seorang putra bernama Raden Fatah. Prabu Brawiiaya juga mempunyai seorang putra bernama Raden Bondan Kejawan hasil perkawinan beliau dengan seofang wanita desa bernama Dewi Wandan Kuning. Menurut satu cerita, Prabu Brawijaya pernah mengalami sakit cukup parah, seluruh tabib lstana sudah tidak sanggup lagi menyembuhkannya, sampai akhirnya datanglah seorang peramal yang mengatakan bahwa sakit sang Raja tidak akan sembuh kecuali menikah dengan seorang wanita desa bernama Wandan Kuning Adalah Wandan Kuning termasuk rakyat biasa yang buruk rupanya Serta hitam pula kilitnya, Dalam hati Prabu Brawijaya tidak punya firasat sedikitpun untuk menuruti kata peramal tersebut, tetapi didorong oleh rasa ingin sembuh yang kuat. Sang Prabu akhirnya bersedia mengawini Wandan Kuning. Selang tiga malam sejak perkawinan tersebut, sedikit demi sedikit, penyakit sang Prabu mulai sembuh sehingga sehat sedia kala dan lahirlah seorang putra yang bernama Raden Bondan Kejawan.
silsilah raden kuncung amarullah